Sabtu, 30 Oktober 2010

Tulisan Etika Bisnis 2

HERNITA FEBRIANI

4EA01

10207535

Tulisan Etika Bisnis

HARI TANPA TEMBAKAU SEDUNIA-INDUSTRI ROKOK DIKAJI

JAKARTA (Media) : Pemerintah perlu melakukan kajian yang mendalam mengenai dampak keberadaan perusahaan rokok yang beroperasi di Indonesia. Kajian itu berupa penghitungan besaran keuntungan yang diperoleh dari perusahaan rokok, dan dampak buruk yang diderita rakyat karena menjadi perokok aktif dan pasif.

Demikian disampaikan dokter spesialis penyakit paru Menaldi Rasmin kepada pers dalam sebuah diskusi memperingati Hari Tanpa Tembakau Sedunia yang jatuh pada hari ini, di Plaza Senayan, Jakarta, kemarin.

Kajian itu diperlukan karena sangat sulit memberhentikan kebiasaan merokok bagi perokok aktif jika hanya dengan mengeluarkan suatu regulasi yang hingga saat ini pun masih banyak dilanggar aparat penengak hokum dan masyarakat. “ Regulasi yang tidak pernah terlihat tajinya, dan bahkan masih banyak orang yang merokok di tempat umum, yang jelas-jelas melanggar aturan yang telah ditetapkan pemerintah,” ujarnya.

Kajian yang mendalam itu juga dilakukan karena tidaklah cukup bagi seorang yang memiliki keinginan kuat berhenti merokok, namun produk rokok masih berseliweran dan ditemui hampir disudut jalan. “ Tidak hanya itu, iklan pun msih bergentayangan di pinggir jalan dan televise. Akibatnya, meskipun seseorang berhenti merokok, ketika melihat seperti itu, obsesi untuk merokok akan kembali tumbuh,”ujarnya.

Berdasarkan survey berskala internasional yang dilakukan Pt Pfizer Inc pada 2006, kata Menaldi, dari 56% responden yang mencoba untuk berhenti merokok, sebanyak 80%-nya merasa sulit berhenti merokok (bahkan mencoba hingga tiga kali) ketika hanya mengandalkan keinginan kuat saja.

Itu artinya, Menaldi menjelaskan, obat untuk berhenti dari kebiasaan merokok itu ialah mengantisipasi kebiasaan merokok itu sendiri. Dan itu memerlukan kajian mendalam oleh pemerintah agar dengan tegas tiak memberikan izin sama sekali bagi industri rokok untuk beroperasi di Indonesia.

Sifat Adiktif

Hal itu perlu dilakukan, sebab berhenti dari kebiasaan merokok tidak dapat dipisahkan dari adiktif yang dimiliki nikotin. Berbagai studi juga menunjukkan bahwa nikotin memiliki efek candu yang setara dengan obat-obatan keras seperti heroin dan kokain.

Belum lagi, jelasnya, dari penelitian Varenicline Asian Consumer Research pada akhir tahun 2006, jumlah perokok Indonesia telah mencapai 68,8% dari total populasi pria, yang sebagian besar merokok secara terus-menerus selama 11 tahun, dengan menghabiskan sekitar 11 batang rokok per hari.

“Jika kita lihat data itu, betapa besar masyarakat Indonesia yang memiliki potensi kerugian kesehatan akibat menghisap rokok. Sebab itu, langkah yang tepat jika kajian kerugian kesehatan dan keuntungan pendapatan dilakukan pemerintah,”jelasnya.

Langkah yang tepat itu,ujarnya tidak hanya berhenti pada suatu kajian dan penelitian saja, tetapi pula harus dilakukan dengan konkret dan tegas, yakni meniadakan izin beroperasinya industri perusahaan rokok di Indonesia.

Di sisi lain, Menaldi juga meminta masyarakat, untuk menanamkan kebiasaan tidak merokok sejak dini melakukan banyak aktivitas rutin, seperti berolahraga.

sumber:

· Drs. Amin Widjaja Tunggal, Ak. MBA , 2008 , ETIKA BISNIS (Suatu Pengantar) , Harvarindo.

Harian Media Indonesia, 31 Mei 2007, hal 8

Tidak ada komentar:

Posting Komentar